Ø Lambang
Koperasi dan Artinya
1. Lambang Koperasi Indonesia terkini dalam bentuk gambar
bunga yang memberi kesan akan perkembangan dan kemajuan terhadap perkoperasian
di Indonesia, mengandung makna bahwa Koperasi Indonesia harus selalu
berkembang, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif sekaligus produktif dalam
kegiatannya serta berwawasan dan berorientasi pada keunggulan dan teknologi;
2.
Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk gambar 4
(empat) sudut pandang melambangkan arah mata angin yang mempunyai maksud
Koperasi Indonesia:
·
Sebagai gerakan koperasi di Indonesia untuk
menyalurkan aspirasi;
·
Sebagai dasar perekonomian nasional yang bersifat
kerakyatan;
·
Sebagai penjunjung tinggi prinsip nilai kebersamaan,
kemandirian, keadilan dan demokrasi;
·
Selalu menuju pada keunggulan dalam persaingan global.
3.
Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk Teks Koperasi
Indonesia memberi kesan dinamis modern, menyiratkan kemajuan untuk terus
berkembang serta mengikuti kemajuan zaman yang bercermin pada perekonomian yang
bersemangat tinggi, teks Koperasi Indonesia yang berkesinambungan sejajar rapi
mengandung makna adanya ikatan yang kuat, baik di dalam lingkungan internal
Koperasi Indonesia maupun antara Koperasi Indonesia dan para anggotanya;
4.
Lambang Koperasi Indonesia yang berwarna Pastel
memberi kesan kalem sekaligus berwibawa, selain Koperasi Indonesia bergerak
pada sektor perekonomian, warna pastel melambangkan adanya suatu keinginan,
ketabahan, kemauan dan kemajuan serta mempunyai kepribadian yang kuat akan
suatu hal terhadap peningkatan rasa bangga dan percaya diri yang tinggi
terhadap pelaku ekonomi lainnya;
5.
Lambang Koperasi Indonesia dapat digunakan pada papan
nama kantor, pataka, umbul-umbul, atribut yang terdiri dari pin, tanda pengenal
pegawai dan emblem untuk seluruh kegiatan ketatalaksanaan administratif oleh
Gerakan Koperasi di Seluruh Indonesia;
6.
Lambang Koperasi Indonesia menggambarkan falsafah
hidup berkoperasi yang memuat :
·
Tulisan : Koperasi Indonesia yang merupakan
identitas lambang;
·
Gambar : 4 (empat) kuncup bunga yang saling
bertaut dihubungkan bentuk sebuah lingkaran yang menghubungkan satu kuncup
dengan kuncup lainnya, menggambarkan seluruh pemangku kepentingan saling
bekerja sama secara terpadu dan berkoordinasi secara harmonis dalam membangun
Koperasi Indonesia;
·
Tata Warna :
ü Warna hijau muda dengan kode
warna C:10,M:3,Y:22,K:9
ü Warna hijau tua dengan kode warna
C:20,M:0,Y:30,K:25
ü Warna merah tua dengan kode warna
C:5,M:56,Y:76,K:21
ü Perbandingan skala 1 : 20.
Ø Penggunaan
Lambang Koperasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR : 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang
Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia , maka mulai tanggal 12 April 2012 telah
terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa :
"Bagi Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar
segera menyesuaikan penggunaan lambang koperasi Indonesia, sebagaimana pada
Lampiran Peraturan Menteri ini."
Pada Pasal 3 tertulis :
"Bagi koperasi yang masih memiliki kop surat
dan tatalaksana administrasi lainnya dengan menggunakan lambang koperasi
Indonesia yang lama, diberi kesempatan selambat-lambatnya pada tanggal 12 Juli
2012 telah menyesuaikan dengan lambang koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa :
"Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini
maka Lambang Koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku."
Ø SEJARAH
KOPERASI DI INDONESIA
1.
Sejarah Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1896 – 1908
Koperasi pertama kali diperkenalkan oleh seorang
berkebangsaan Skotlandia, yang bernama Robert Owen (1771-1858). Setelah
koperasi berkembang dan diterapkan di beberapa negara-negara Eropa. Koperasi
pun mulai masuk dan berkembang di Indonesia.
Sejarah koperasi awalnya dimulai pada abad ke 20.
Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi
dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa
orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas,
terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan
mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Di Indonesia koperasi mulai diperkenalkan oleh seorang
Pamong Praja, Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto pada tahun 1896. Ia
terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai karena melihat
banyaknya pegawai negeri yang tersiksa dan menderita akibat bunga yang terlalu
tinggi dari rentenir yang memberikan pinjaman uang. Melihat penderitaan tersebut
Patih R.Aria Wiria Atmaja lalu mendirikan Bank untuk para pegawai negeri.
Beliau mengadopsi sistem serupa dengan yang ada di Jerman yakni mendirikan
koperasi kredit. Beliau berniat membantu orang-orang agar tidak lagi berurusan
dengan renternir yang pasti akan memberikan bunga yang tinggi.
Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh
De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode
sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank
Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan
Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka
makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah
Bank tersebut menjadi koperasi.
Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa
yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan
pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan
lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda
pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan
Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk
lumbung-lumbung desa baru, bank – bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang
kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha
Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat
terlaksana karena:
1)
Belum
ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan
dan penyuluhan tentang koperasi.
2)
Belum
ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3)
Pemerintah
jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan
politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan
yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
2. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada
Tahun 1908 – 1927
Pada
tahun 1908, Boedi Utomo yang didirikan oleh Dr. Soetomo memberikan peranan bagi
gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Boedi Oetomo mencoba
memajukan koperasi-koperasi rumah tangga, koperasi toko, yang selanjutnya
menjadi koperasi konsumsi yang di dalam perkembangannya kemudian menjadi
koperasi batik. Gerakan Boedi Utomo pada tahun 1908 dengan dibantu oleh Serikat
Islam inilah yang melahirkan koperasi pertama kali di Indonesia, koperasi ini
bersamaan dengan lahirnya Gerakan Kebangkitan Nasional. Namun perkembangan
koperasi pada waktu itu kurang memuaskan, karena adanya hambatan yang datang
dari pemerintah Belanda. Meskipun perkembangan koperasi kurang lancar,
pemerintah belanda tetap khawatir jika koperasi makin tumbuh dan berkembang di
kalangan Bumi Poetra. Agar perkembangan koperasi tidak makin meluas, pemerintah
belanda pada tahun 1915 berusaha mengatur kehidupan koperasi dengan suatu
Undang-undang. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve
Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve. Pada tahun
1927 dibentuk Sarekat Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi
pengusah-pengusaha Pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional
Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
3. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada
Tahun 1927 – 1942
Sejarah
koperasi di Indonesia dengan keluarnya UU koperasi tahun 1927, maka koperasi di
Indonesia mulai berkembang dan bangkit lagi. Selain koperasi-koperasi lama yang
dirintis oleh Serikat Islam, Boedi oetom, Partai Nasional Indonesia, maka
bermunculanlah koperasi-koperasi lainnya seperti koperasi kredit, koperasi
perikanan dan koperasi kerajinan. Akan tetapi koperasi ini mundur lagi karena
mendapat saingan berat dari kaum pedagang yang mendapat fasilitas dari
Pemerintah Belanda.
Pada
tahun 1933, Pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan koperasi sebagai
pengganti peraturan koperasi tahun 1915. Peraturan baru ini tidak ada bedanya
dengan peraturan koperasi tahun 1915, peraturan ini sama sekali tidak cocok
dengan kondisi rakyat Indonesia, akibatnya koperasi semakin mundur saja dengan
keluarnya peraturan tersebut.
Jawatan
Koperasi pada tahun 1935 dipindahkan dari Departemen Dalam Negeri ke Departemen
Ekonomi karena banyaknya kegiatan di bidang ekonomi pada waktu itu dan
dirasakannya bahwa koperasi lebih sesuai berada di bawah Departemen Ekonomi.
Pada
Tahun 1937 dibentuklah koperasi simpan pinjam yang diberi bantuan modal oleh
pemerintah, dengan tugas sebagai koperasi pemberantas hutang rakyat, terutama
kaum tani yang tidak lepas dari cengkeraman kaum pengijon dan lintah darat.
Selanjutnya
pada tahun 1939 Jawatan koperasi yang berada di bawah Departemen Ekonomi,
diperluas ruang lingkupnya menjadi jawatan koperasi dan perdagangan dalam
negeri. Hal ini disebabkan karena koperasi pada waktu itu belum mampu untuk
mandiri, sehingga pemerintah penjajah Belanda ini menaruh perhatian dengan
memberikan bimbingan, penyuluhan, pengarahan dan sebagainya tentang bagaiman
cara koperasi dapat memperoleh barang dan memasarkan hasilnya. Perhatian yang
diberikan oleh Pemerintah Penjajah tersebut dimaksudkan agar koperasi dapat bangkit
dan berkembang serta mampu mengatasi dirinya sendiri.
4. Sejarah Koperasi Di Indonesia Pada
Masa Pendudukan Jepang
Pada
tahun 1942 sampai 1945, Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan
koperasi kumiyai yang berfungsi sebagai pengumpul barang untuk keperluan
perang. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis
dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat
Indonesia. Pada masa ini, koperasi tidak mengalami perkembangan bahkan semakin
hancur. Hal ini disebabkan karena adanya ketentuan dari penguasa Jepang bahwa
untuk mendirikan koperasi harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat dan
biasanya izin tersebut sangat dipersulit.
5.
Sejarah
Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1945 – 1958
Sejak
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian UUD 1945
disahkan, maka bersamaan dengan itu juga timbul semangat baru untuk
menggerakkan koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi sudah mendapat landasan
hukum yang kuat di dalam UUD 1945. Karena koperasi sudah mendapat landasarn
hukum yang kuat dan merupakan bentuk organisasi ekonomi yang sesuai dengan jiwa
kekeluargaan rakyat Indonesia. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi
di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini
kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sekaligus membentuk
Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di
Tasikmalaya (Bandung sebagai ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara
Belanda).
Kongres
Koperasi pertama menghasilkan beberapa keputusan :
1. Mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI)
2. Menetapkan gotong royong sebagai asas
koperasi
3. Menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai Hari
Koperasi Indonesia
Pada
tanggal 12 Juli 1953, mengadakan kembali Kongres Koperasi yang ke-2 di Bandung.
Kongres koperasi ke-2 mengambil putusan :
1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin)
sebagai pengganti SOKRI
2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah
satu mata pelajaran di sekolah
3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi
Indonesia
4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi
yang baru
Kemudian
pemerintah mengeluarkan UU No. 79 Tahun 1958.
Pelaksanaan
program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan :
1. Menggiatkan pembangunan organisasi
perekonomian rakyat terutama koperasi
2. Memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3. Memberikan kredit kepada kaum produsen, baik
di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil
6. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada
Tahun 1958 – 1965
Dalam
sejarah koperasi, sejak berlakunya UU No. 79 Tahun 1958 yang mendasarkan pada
ketentuan pasal 38 UUDS 1950, koperasi semakin maju dan berkembang, serta
tumbuh di mana-mana. Tetapi dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 berdasarkan
Dekrit Presiden pada tanggal 5 juli 1959, pemerintah kemudian mengeluarkan PP
no. 60 tahun 1959 sebagai peraturan pelaksana dari UU No.79 Tahun 1958.
Peraturan ini menentukan bahwa pemerintah bersikap sebagai pembina dan pengawas
dalam perkembangan koperasi di Indonesia.
Perkembangan
selanjutnya, pada tahun 1960 keluarlah Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1960 yang
isinya antara lain adalah menentukan bahwa untuk mendorong pertumbuhan Gerakan
Koperasi harus ada kerja sama antara Jawatan Koperasi dengan masyarakat di
dalam satu lembaga yang disebut Badan Penggerak Koperasi (Bapengkop).
Besarnya
perhatian pemerintah terhadap perkembangan koperasi pada waktu itu, berdampak
juga pada ketergantungan koperasi terhadap bantuan pemerintah. Pengurus
koperasi terbiasa hnya mengharapkan datangnya bantuan atau distribusi barang
dari pemerintah. Para pengurus koperasi menjadi kehilangan inisiatif untuk
menciptakan lapangan usaha bagi kelangsungan hidup koperasi. Disamping itu
juga, partai-partai politik mulai campur tangan pada koperasi. Koperasi mulai
dijadikan sebagai alat perjuangan politik bagi sekelompok kekuatan tertentu.
Akibatnya koperasi menjadi kehilangan kemurniannya sebagai suatu badan ekonomis
yang bersifat demokratis, serta sendi dasar utama koperasi yang tidak mengenal
perbedaan golongan, agma dan ras atau suku menjadi tidak murni lagi.
7. Sejarah Koperasi di Indonesia pada
Tahun 1966 Sampai Sekarang
Pemerintahan
Orde baru bertekad untuk mengembalikan citra koperasi sesuai dengan kehendak
dari UUD 1945. Pada waktu itu terbentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat
sementara (MPRS), di mana salah satu ketetapannya yang penting yaitu Tap MPRS
No. XXIII/MPRS/1966 mengenai pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi,
keuangan dan pembangunan. Peranan koperasi dalam hal ini tercantum di dalam Bab
V, Pasal 42 dan Pasal 43 Tap MPRS tersebut.
Mengemban
amanat dari Tap MPRS tersebut dengan mendapat bantuan dan perhatian dari
pemerintah, maka pada tanggal 17 juli 1966 Gerakan Koperasi Indonesia
mengadakan musyawarah Nasional di Jakarta. Beberapa keputusan penting yang
dihasilkan dalam Munas tersebut yaitu : (1) menolak dan membatalkan semua
keputusan dan hasil Munas Koperasi lainnya, yang kemudian diselenggarakan pada
tahun 1961 (Munas 1) dan Tahun 1965 (Munas 2), (2) Menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada MPRS.
Selanjutnya
pada tanggal 18 Desember 196 pemerintah orde baru membuat UU Koperasi No. 12
Tahun 1967 mengenai Pokok Pokok Koperasi. Dengan keluarnya UU ini, maka
koperasi-koperasi yang ada pada waktu itu mulai ditertibkan, koperasi-koperasi
yang tumbuh demikian mudah pada masa orde lama mulai ditertibkan. Jumlah
koperasi pada akhir tahun 1967 telah mencapai 64000, di mana dari jumlah
tersebut hanya 45000 yang berbadan hukum. Dengan adanya penertiban sesuai
dengan UU NO.12 ini, maka pada akhir tahun 1968 jumlah koperasi yang ada
tinggal 15000 koperasi dan koperasi ini sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 12
Tahun 1967.
Pada
Tahun 1978, Pemerintah mengeluarkan instruksi presiden No.2 Tahun 1978 mengenai
Badan Usaha Unit Desa atau Koperasi Unit Desa (BUUD atau KUD). Pada
permulaannya, Koperasi Unit Desa hanya mencakup koperasi desa, koperasi
pertanian dan koperasi serba usaha di desa-desa. Kemudian KUD telah mampu
mengembangkan usahanya ke bidang-bidang lain seperti bidang kerajinan rakyat,
perkreditan, perkebunan dan kegiatan dalam menangani masalah Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) dan bahkan percengkehan nasional.
Keanggotaan
Koperasi Unit Desa ini tidak didasarkan pada jenis usahanya, akan tetapi
didasarkan pada tempat tinggal penduduk atau anggota. Dalam hal ini di suatu
daerah kecamatan telah berdirik koperasi-koperasi lain selain koperasi unit
desa, maka koperasi-koperasi tersebut boleh terus menjalankan kegiatan usahanya
atau boleh juga bergabung dengan koperasi unit desa atas kemauannya sendiri.
Perkembangan
koperasi selanjutnya yaitu semakin banyaknya koperasi unit desa yang hampir ada
di setiap kecamatan, maka pemerintah mulai melakukan pembinaan secara khusus
KUD-KUD tertentu, yang ditunjuk untuk dijadikan KUD percontohan.
Menurut
Bung Hatta, tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya,
melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala
kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula
membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari
anggotanya, baik anggota koperasi primer maupun anggota koperasi sekunder.
Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi
Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer.Karena kedudukannya yang
cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani
meninggalkan kebijakan dan program pembinaan koperasi. Semua partai politik,
dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan koperasi sebagai
program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen koperasi baru
lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970- an. Karena itu, gagasan
sekarang untuk menghapuskan departemen koperasi dan pembinaan usaha kecil dan
menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal
kantor menteri negara atau departemen koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang
dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara
yang khusus membina Koperasi.
Ø SEJARAH KOPERASI
Gerakan
koperasi digagas oleh Robert Owen pada tahun 1771–1858, yang menerapkannya
pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan
koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King pada tahun1786–1865
dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada tanggal 1 Mei 1828,
King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi
berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan
menggunakan prinsip koperasi.
Pada
dasarnya koperasi adalah institusi atau lembaga yang tumbuh atas dasar
solidaritas tradisional dan kerjasama antar individu, yang pernah berkembang
sejak awal sejarah manusia sampai pada awal Revolusi Industri, yaitu di Eropa
pada pertengahan abad ke-18 dan awal abad ke-19. Lembaga ini sering disebut
sebagai Koperasi Historis atau Koperasi Pra-Industri. Penerapan sistem
kapitalis di eropa membuat buruh merasa tertindas dan untuk membebaskan
penderitaan mereka bersepakat untuk membentuk koperasi. Pada awalnya
pertumbuhan koperasi memang tidak dapat dipisahkan dengan gerakan sosialis, hal
ini disebabkan kuatnya pengaruh pemikiran sosialis dalam perkembangan koperasi.
Ø SEJARAH KOPERASI DI DUNIA
1)
Perkembangan
Koperasi di Inggris.
Penderitaan
yang dialami oleh kaum buruh di berbagai negara di eropa pada awal abad ke -19
di alami pula oleh para pendiri Koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris, pada tahun 1844. Pada mulanya Koperasi
Rochdale memang hanya bergerak dalam usaha kebutuhan konsumsi. Tapi kemudian
mereka mulai mengembangkan sayapnya dengan melakukan usaha-usaha produktif.
Dengan berpegangan pada asas-asas Rochdale, para pelopor Koperasi Rochdale
mengembangkan toko kecil mereka itu menjadi usaha yang mampu mendirikan pabrik,
menyediakan perumahan bagi para anggotanya, serta menyelenggarakan pendidikan
untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus Koperasi. Menyusul
keberhasilan Koperasi Rochdale, pada tahun 1852 telah berdiri sekitar 100
Koperasi Konsumsi di Inggris. Sebagaimana
Koperasi Rochdale, Koperasi-koperasi ini pada umumnya didirikan oleh para
konsumen.
Dalam rangka
lebih memperkuat gerakan
Koperasi, pada tahun
1862, Koperasi-koperasi
konsumsmi di Inggris
menyatukan diri menjadi
pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole-sale Society,
disingkat C. W. S. Pada tahun 1945, C. W.
S. telah memiliki sekkitar 200
buah pabrik dan tempat usaha
dengan 9.000 pekerja, yang
perputaran modalnya mencapai
55.000.000 poundsterling. Sedangkan
pada tahun 1950, jumlah
anggota Koperasi di
seluruh wilayah Inggris
telah berj umlah lebih
dari 11.000.000 orang dari sekitar 50.000.000 orang penduduk Inggris.
2)
Perkembangan
Koperasi di Perancis.
Perancis dan
perkembangan industri telah
menimbulkan kemiskkinan dan penderitaan bagi
rakyat Perancis. Berkat
dorongan pelopor-pelopor mereka seperti Charles Forier, Louis Blanc,
serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat,
para pengusaha kecil
di Perancis berhasil
membangun Koperasi-koperasi yang
bergerak dibidang produksi. Dewasa ini di Perancis terdapat gabungan Koperasi
konsumsi nasional Perancis (Federation Nationale Dess Cooperative de
Consommation), dengan jumlah koperasi yang tergabung sebanyak 476 buah. Jumlah
anggotanya mencapai 3.460.000 orang, dan toko yang di miliki berjumlah 9.900
buah dengan perputaran modal sebesar 3.600 milyar franc/tahun.
3)
Perkembangan
Koperasi di Jerman.
Sekitar
tahun 1848, saat inggris dan perancis telah mencapai kemajuan, muncul seorang
pelopor yang bernama F.W. Raiffeisen, walikota di Flammersfield ia menganjurkan
agar kaum petani menyatukan diri dalam perkumpulan simpan pinjam.
Setelah
melalui beberapa rintangan,
akhirnya Raiffesien dapat mendirikan
Koperasi dengan pedoman kerja sebagai berikut :
• Anggota Koperasi wajib menyimpan
sejumlah uang
• Uang simpanan boleh dikeluarkan
sebagai pinjaman dengan membayar bunga.
• Usaha
Koperasi mula-mula dibatasi pada desa setempat agar tercapai
kerjasama yang erat.
• Pengurusan Koperasi
diselenggarakan oleh anggota
yang dipilih tanpa
mendapatkan upah.
• Keuntungan yang diperoleh digunakan
untuk membantu kesejahteraan masyarakat
Pelopor
Koperasi lainnya dari Jerman ialah seorang hakim bernama H. Schulze yang
berasal dari kota Delitzcsh. Pada tahun 1849 ia mempelopori pendirian Koperasi
simpan-pinjam yang bergerak
di daerah perkotaan.
Pedoman kerja
Koperasi simpan-pinjam Schulze
adalah :
1. Uang simpanan sebagai modal kerja Koperasi
dikumpulkan dari anggota
2. Wilayah kerjanya didaerah perkotaan.
3. Pengurus Koperasi dipilih dan diberi upah
atas pekerjaannya.
4. Pinjaman bersifat jangka pendek.
5. Keuntungan yang diperoleh dari bunga pinjaman
dibagikan kepada anggota.
4) Perkembangan Koperasi di Denmark.
Jumlah anggota
Koperasi di Denmark
meliputi sekitar 30%
dari seluruh penduduk. Denmark.
Hampir sepertiga penduduk pedesaan
Denmark yang berusia antara 18 s/d
30 tahun balajar di perguruan tinggi. Dalam perkembangannya, tidak
hanya hasil-hasil pertanian
yang didistribusikan melalui
Koperasi, melainkan meliputi pula barang-barang kebutuhan sector pertanian itu sendiri. Selain itu, di
Denmark juga berkembang
Koperasi konsumsi.
Koperasi-koperasi konsumsi ini kebanyak didirikan oleh serikat-serikat
pekerja di daerah perkotaan.
5)
Perkembangan
Koperasi di Swedia.
Salah
seorang pelopor Koperasi yang cukup terkemuka dari Swedia bernama Albin
Johansen. Salah satu tindakannya yang cukup spektakuler adalah
menasionalisasikan perusahaan penyaringan minyak bumi yang menurut pendapatnya,
dapat dikelola dengan cara yang tidak kalah efisiennya oleh Koperasi. Pada
tahun 1911 gerakan Koperasi di Swedia berhasil mengalahkan kekuatan perusahaan
besar. Pada tahun 1926 Koperasi berhasil menghancurkan monopoli penjualan
tepung terigu yang dimilikki perusahan swasta. Pada akhir tahun 1949, jumlah
Koperasi di Swedia tercatat sebanyak 674 buah dengan sekitar 7.500 cabang dan
jumlah anggota hampir satu juta keluarga. Rahasia keberhasilan
Koperasi-koperasi Swedia adalah berkat program pendidikan yang disusun secara
teratur dan pendidikan orang dewasa di Sekolah Tinggi Rakyat (Folk High
School), serta lingkaran studi dalam pendidikan luar sekolah. Koperasi Pusat
Penjualan Swedia (Cooperative Forbundet), mensponsori program-program
pendidikan yang meliputi 400 jenis kursus teknis yang diberikan kepada karyawan
dan pengurus Koperasi.
6)
Perkembangan
Koperasi di Amerika Serikat.
Koperasi
pertama yang berdiri di Amerika Serikat adalah The Philadelphia.
Contributionship From Lose By Fire. Semacam asuransi kebakaran. Berikutnya
berdiri koperasi pengairan yang mengurus irigasi pertanian. Dan pada tahun 1880
berdiri koperasi-koperasi pertanian yang besar (History and Performance of
Inkopkar 1995). Sementara itu, di Amerika Serikat, selama bertahun-tahun juga
telah berkembang perkumpulan simpan pinjam yang dikenal dengan nama Credit
Union, berkat anjuran Alphonso Desjardin (1854- 1921). Perkembangan yang pesat
usaha simpan pinjam melalui “bank rakyat ” mendorong Alphonso berpikir akan
perlunya landasan hukum bagi usaha tersebut.Atasusaha keras Alphonso bersama
temannya Edward A Filene (1860-1913), pada tahun 1909, lahirlah undang-undang
pertama tentang koperasi Simpan pinjam di Massachussets. Dalam perkembangannya,
undang-undang tentang koperasi simpan pinjam itu juga mulai melebar ke New
Hampshire.Koperasi simpan pinjam tersebut selanjutnya menjadi model atau
teladan bagi seluruh koperasi simpan pinjam di Amerika Serikat, bahkan sampai
ke Kanada.
7)
Perkembangan
Koperasi di Korea.
Perkembangan
Koperasi di Korea, khususnya Koperasi pedesaan, dimulai pada awal abad ke-20.
Di Korea ada dua organisasi pedesaan yang melayani kebutuhan kredit petani,
yakni Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian. Pada tahun 1961dalam rangka
pelaksanaan Undang-undang Koperasi pertanian yang baru, Bank Pertanian Korea
dan Koperasi Pertanian digabungkan menjadi satu dengan nama Gabungan Koperasi
Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperative Federation), disingkat
NACF. Gabungan ini bekerja atas dasar prinsip-prinsip Koperasi yang modern dan
melakukan kerjanya atas dasar serba usaha (Multipurpose).
NACF
bertugas mengembangkan sector pertanian, meningkatkan peran ekonomi dan sosial
petani, serta menyelenggarakan usaha-usaha peningkatan budaya rakyat.
8)
Perkembangan
Koperasi di Jepang
Koperasi
pertama di Negeri Sakura dilahirkan pada 1897, tetapi baru pada 1920-an gerakan
koperasi-koperasi mulai mengorganisir dengan skala yang lebih besar. Bersamaan
dengan pelaksanaan Undang-Undang Industri dan Kerajinan. Dalam perkembangannya,
koperasi di Jepang berkembang tidak hanya di bidang industri dan kerajinan,
tetapi di sektor pertanian juga mengalami perkembangan yang pesat di awal-awal
pertumbuhannya. Ada dua macam koperasi pertanian di Jepang. Pertama adalah yang
bersifat khusus, hanya mengembangkan satu macam komoditas. Dan kedua adalah
bersifat umum, yaitu yang bersifat serba usaha.
Setelah
terbit Undang-Undang Koperasi Pertanian pada tahun 1974, koperasi pertanian,
koperasi konsumsi dan bank koperasi semakin tumbuh dengan pesat dan menjadi
andalan koperasi di Jepang. Di Jepang, koperasi konsumen mampu tumbuh 20 persen
per tahun. Sejak awal, mereka menyediakan barang-barang yang sehat dan
memuaskan konsumen. Motto bisnisnya: Untuk Perdamaian dan Suatu Kehidupan yang
Lebih Baik. Lalu pada 1921 Koperasi Nada dan Koperasi Kobe didirikan di bawah
kepemimpinan Toyohiko Kagawa, Bapak Gerakan Koperasi Konsumen. Kedua badan
usaha ini bergabung atau amalgamasi menjadi Koperasi Nada Kobe koperasi di
tahun 1962. Kemudian berubah nama lagi menjadi Koperasi Kobe pada 1991. Seiring
perkembangannya, kedua koperasi menjadi kekuatan yang mengemudikan koperasi di
Jepang.
Menurut
Kagawa, tujuan pergerakan koperasi di Jepang terutama demi memperbaiki kondisi
kehidupan masyarakat miskin. Caranya, ia menganjurkan tujuh berkoperasi.
Pertama, pembagian keuntungan yang saling menguntungkan. Kedua, perekonomian
yang manusiawi. Ketiga, pembagian modal. Keempat, pembatasan eksploitasi.
Kelima, desentralisasi kekuasaan. Keenam, kenetralan politik. Ketujuh,
menekankan segi pendidikan.
Penyebaran
koperasi yang ideal, menurut Kagawa adalah menolong orang merancang kebangkitan
dirinya. Sayangnya, pemerintahan militer semasa Perang Dunia II di Negeri Para
Samurai ini menentang koperasi. Akibatnya, koperasi bubar dan menghilang pada
jaman itu.
Setelah
Perang Dunia II, sejumlah pergerakan koperasi yang dirusak selama peperangan,
memperbaiki diri. Banyak koperasi membuka kegiatan distribusi makanan ransum
atau jatah. Sebab, kala itu memang terjadi kelangkaan serius hampir semua
barang.
Kemudian
pada 1948, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Koperasi Konsumen. Perkembangan
berikutnya, pada 1951 didirikan Gabungan Koperasi Konsumen Jepang (Japanese
Consumers’ Co-operative Union, JCCU), yang merupakan peletak dasar dan
pendorong kemajuan koperasi. Presiden JCCU Isao Takamura menjelaskan, seiring
kebangkitan ekonomi Jepang era 1950-an, sejumlah kebijakan mereorganisasi koperasi
pun sering didiskusikan. Tema yang mendominasi diskusi, antara lain meliputi
aspriasi atau kepentingan ekonomi para anggota. Juga sekitar manajemen bisnis
koperasi.
Muncul
gagasan agar koperasi mendasarkan pada kelompok kecil yang beranggota 5 sampai
10 orang. Cara ini memungkinkan para anggota bertukar pikiran intensif. Baik
melalui aktifitas jual beli bersama, saling menolong dan mempromosikan koperasi
mereka.
Di
saat yang sama, pada kurun 1960 dan 1970-an, Jepang menikmati pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Bahkan, cenderung tak terkendali. Buktinya, banyak problem
yang menyerang konsumen. Misalnya, bahan pengawet dipakai membuat makanan yang
diproduksi secara massal dan membahayakan kesehatan orang. Dengan cerdas,
koperasi memanfaatkan situasi ini. Koperasi berupaya menyuplai produk
alternatif dengan jaminan keselamatan dan makanan yang dapat diandalkan.
Kemudian
datang krisis minyak di tahun 1973. Dampaknya, kelangkaan komoditi dan harga
barang tiba-tiba meroket. Lagi-lagi di tengah kondisi sulit ini, koperasi
memasok barang dengan harga logis kepada anggota. Manfatnya, para anggota
semakin mempercayai koperasi. Pada gilirannya jumlah keanggotaan dan
pertumbuhan koperasi menjamur luar biasa. Sayangnya, kemudian muncul tindakan
anti koperasi dari segolongan kecil pedagang ritel (minor retailer).
Kondisinya, di tahun 1980-an Jepang tengah berada pada pertumbuhan yang
menguntungkan. Sebetulnya, para pedagang ritel itu sulit bersaing melawan
peritel besar.
Koperasi
pun terkena getah. Para pedagang ritel sampai mengusulkan kepada pemerintah
untuk mencegah pembukaan toko-toko koperasi. Mereka juga menuntut pemerintah
menjalankan Undang-Undang Koperasi Konsumen yang melarang penggunaan koperasi
oleh bukan anggota. Pemerintah menanggapi dengan mengorganisasi satu panitia
khusus dan mendiskusikan aktifitas yang tepat untuk koperasi. Keputusannya,
koperasi sudah beroperasi sesuai kepentingan konsumen maupun Undang-undang
Koperasi Konsumen. Jadi penyebab kesulitan keuangan para pengecer kecil, bukan
karena koperasi.
Koperasi
mengatasi kesulitan satu demi satu, dan sekarang mempunyai anggota sejulah 14
juta orang. Jumlah koperasi retail local, kurang lebih 9 juta. Artinya,
mewakili 20 % dari seluruh tempat tinggal di Jepang. Sementara penjualan
tahunan koperasi senilai 52,7 miliar Dolar AS. Mudah dipahami, perkembangan
koperasi di Negeri Matahari Terbit ini makin mengesankan. Lahir sejumlah
koperasi, dari Koperasi Kesehatan, Koperasi Asuransi hingga Koperasi
Universitas. Para pendiri semua koperasi ini meyakini, mereka mewakili
kepentingan ekonomi masyarakat, bertanggung jawab kepada masyarakat dan
berupaya melakukan usaha secafra benar. Selain itu, misalnya di koperasi
konsumen, kelembagaan koperasi membantu keberadaan dan kesejahteraan bersama
pengecer kecil. Tujuannya, merevitalisasi ekonomi lokal dan memberikan
kontribusi kepada komunitasnya.
Dari
sisi keanggotaan, apa motif utama orang Jepang berkoperasi? Biasanya mereka
memang membutuhkan barang-barang yang dibeli. Selain itu, mereka menginginkan
aspek keselamatan dan sangat mengutamakan kualitas barang-barang. Sisi menarik
lain, 90 persen anggota koperasi adalah wanita. Sebagian besar merupakan ibu
rumah tangga. Mereka membeli produk koperasi, karena ingin memiliki makanan
yang sehat untuk anak mereka. Itu sebabnya, koperasi di Jepang selalu berusaha
menyediakan makanan yang sehat atau tanpa bahan pengawet. Bahkan selalu
meneliti dan mencari Informasi mengenai barang, sebelum mereka menjualnya.
Apalagi produk pertanian yang harus dijaga kesegarannya. Mereka mengirim langsung
ke anggota, tanpa melalui pasar. Praktik ini sangat dikenal di Jepang. Produsen
dan konsumen bertransaksi secara langsung mengenai makanan yang segar dan
sehat. Produksi pertanian yang segar didukung secara kuat oleh anggota
koperasi. Ini bisa terjadi, karena produsen dan konsumen bisa berkomunikaksi
langsung dan mengetahui persis bagaimana proses produksi makanan.
SUMBER
: