Selasa, 26 November 2019

Kepuasan Kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan. Perusahaan kurang menerapkan sistem promosi jabatan dengan benar. Promosi jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga karyawan bisa bekerja mencapai target perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Bagi setiap perusahaan, karyawan bagian produksi merupakan sumber daya yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya perusahaan yang lainnya. Bahkan, karyawan bagian produksi memegang kendali dalam proses produksi. Dengan kata lain, lancar atau tidaknya sebuah proses produksi akan sangat tergantung pada karyawan pelaksana produksi tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah : 1.2.1 Apa saja pengertian kepuasan kerja menurut para ahli ? 1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja? 1.2.3 Apa saja aspek-aspek yang terkait dengan kepuasan kerja ? 1.2.4 Apa saja teori motivasi dan kepuasan kerja ? 1.2.5 Bagaimana profil kepuasan kerja individu dalam organisasi ? 1.2.6 Bagaimana cara mengukur kepuasan kerja ? 1.2.7 Bagaimana cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasan ? 1.2.8 Bagaimana korelasi dalam hubungan kerja ? 1.3 Tujuan Penulisan Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi, serta untuk : 1.3.1 Menjelaskan pengertian kepuasan kerja menurut para ahli 1.3.2 Menjelaskan saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja 1.3.3 Menjelaskan aspek-aspek yang terkait dengan kepuasan kerja 1.3.4 Menjelaskan teori motivasi dan kepuasan kerja 1.3.5 Menjelaskan profil kepuasan kerja individu dalam organisasi 1.3.6 Menjelaskan cara mengukur kepuasan kerja 1.4 Manfaat Penulisan Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca/mahasiswa, dan semua pihak yang sekiranya membutuhkan informasi seperti yang dapat disajikan di dalam makalah ini. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kepuasan Kerja. Pengertian kepuasan kerja menurut para ahli : 1. Lock (1995) Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. 2. Robbins (1996) Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya. 3. Porter (1995) Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia terima. 4. Mathis dan Jackson (2000) Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja. 5. T.M. Fasher (1992) Kepuasan kerja, atau dalam arti yang lebih khusus kepuasan karyawan dalam bekerja, yang muncul bila keuntungan yang dirasakan dari pekerjaannya melampaui biaya marjinal yang dikeluarkan oleh karyawan tersebut dianggap cukup memadai. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. 2. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak aka berarti karyawan tidak puas. 3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya. 4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan. Kepusaan kerja merupakan sesuatu yang sangat sulit diukur yang bersifat subjektif karena setiap orang selalu mempunyai keinginan-keinginan yang ingin dipenuhi namun setelah terpenuhi muncul lagi keinginan-keinginan lainnya, seakan-akan manusia itu tidak mempunyai rasa puas dan setiap pegawai mempunyai kriteria sendiri yang menyatakan bahwa dirinya telah puas. Kepuasan kerja bisa dilihat atau dikatakan puas dalam bekerja jika pendapatan yang diperoleh telah dapat mencukupi kebutuhan pekerja tersebut, dan dalam perusahaan tersebut pegawai merasakan nyaman dalam bekerja dan tidk mempunyai kekhawatiran lain seperti kurang cukup gaji yang diterima, tidak adanya jaminan kesehatan/keselamatan kerja dan jaminan masa tua atau pension. Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada sikap individu secara umum terhadap pekerjaannya dapat juga dikatakan sebagai persepsi awal terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Kepuasan dalam Islam dilandasi dengan rasa ikhlas. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Hajj : 31. 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: 1. Kondisi kerja, artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik itu dari bahan yang dibutuhkan ataupun dari lingkungan yang menunjang maka kepuasan kerja akan terjadi. 2. Peraturan, budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang jika peraturan dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap pekerjaannya maka karyawan atau para pekerja akan merasakan kepuasan kerja. 3. Kompensasi dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan yang telah ia lakukan. 4. Efisiensi kerja, dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam pekerjaannya, sehingga apabila kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah dengan bekerja sesuai dengan kemampuan masing-masing. 5. Peluang promosi, yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan penghargaan atas prestasi kerja seseorang dimana diberikan jabatan dan tugas yang lebih tinggi dan disertai dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi kepuasan kerja dapat dihargai dengan dinaikan posisinya disertai gaji yang akan diterimanya. 6. Rekan kerja atau partner kerja, kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu organisasi terdapat hubungan yang baik. Misalnya anggota kerja mempunyai cara atau sudut pandang atau kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga dalam bekerja juga tidak ada hambatan karena terjalin hubungan yang baik. Sedangkan dalam pandangan Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu pekerjaan yang dilakukan dapat membantu orang lain dalam meringankan pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi orang lain”. 2.3 Aspek-aspek Kepuasan Kerja. 1. Kerja yang Secara Mental Menantang. Kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. 2. Ganjaran yang Pantas. Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. 3. Kondisi Kerja yang Mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). 4. Rekan Kerja yang Mendukung Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. 5. Kesesuaian Kepribadian dengan Pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka. 2.4 Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja. Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Discrepancy Theory Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan antara harapan dengan kenyataan. 2. Equity Theory Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau individu akan merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka. Misalnya gaji/upah, rekan kerja, dan supervisi. 3. Opponent Theory – Process Theory Teori ini menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. 4. Teori Maslow Menurut Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingakatan-tingakatan yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Kebutuhan fisiologis b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan c. Kebutuhan akan rasa memiliki d. Kebutuhan untuk dihargai e. Kebutuhan akan aktualisasi diri 5. Teori ERG Alderfer Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi 3 tingkatan, yaitu : a. Eksistensi b. Keterkaitan kebutuhan-kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan interpersonal yang baik c. Pertumbuhan 6. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa kepuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor-faktor ekstrinsik. 7. Teori McClelland McClelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari, yaitu teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah : a. Kebutuhan berprestasi b. Kebutuhan berafiliasi c. Kebutuhan akan kekuasaan 2.5 Profil Kepuasan Kerja Individu dalam Organisasi. Profil atau kriteria kepuasan kerja dalam organisasi sangat banyak pengaruhnya, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ragam orang dalam bekerja dan bagaimana cara mereka mengatasi pekerjaan yang ia miliki serta keinginan atau kemampuannya untuk bertahan dalam organisasi tersebut. Pegawai yang merasa puas dalam bekerja, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Selalu datang tepat waktu, artinya pegawai tersebut menghargai pekerjaannya dan bertanggung jawab atas tugas yang harus dikerjakannya. 2. Senang dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu pekerja dalam bekerja berusaha menyukai pekerjaan yang dikerjakannya. 3. Tidak mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan yaitu selalu dapat menerima pekerjaan yang baru dan sulit dengan lapang dada. 4. Selalu semangat dalam bekerja yaitu pegawai dalam bekerja mempunyai suatu energi yang penuh dalam bekerja. 5. Betah berada di tempat kerja yaitu karyawan merasa nyaman berada di tempat kerja. 6. Mempunyai hubungan harmonis dengan pegawai lain dan atasannya. 7. Selalu belajar untuk lebih baik sehubungan dengan pekerjaan yang dikerjakannya misalnya seorang guru sejarah yang selalu belajar dan mengikuti perkembangan sejarah yang terjadi. 2.6 Pengukuran Kepuasan Kerja. Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index. Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ‘Ya’, ‘Tidak’, atau ‘Ragu ragu’. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan. 2. Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare. Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban : ‘Sangat tidak puas’, ‘Tidak puas’, ‘Netral’, ‘Puas’, dan ‘Sangat puas’ terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan. 3. Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah. Pada pengukuran metode ini responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden. 2.7 Bagaimana Karyawan Dapat Mengungkapkan Ketidakpuasan. Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan sejumlah cara. Misalnya daripada Berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kepada mereka. Berikut ini adalah contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka merasa tidak puas menurut Stephen Robbins (2003:105): 1. Exit, perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mecakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti. 2. Suara (Voice), dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran, perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh. 3. Kesetiaan (Loyality), pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang tepat”. 4. Pengabaian (Neglect), secara pasif membiarkan kondisi memburuk, temasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat. 2.8 Korelasi Kepuasan Kerja. Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Menurut Kreiter dan Knicki (2001;226), hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatnya kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut: 1. Motivasi. Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja. 2. Pelibatan Kerja. Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meningkatkan keterlibatan kerja pekerja. 3. Organizational Citizenship Behavior. Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya. 4. Organizational Commitment. Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang siknifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja. 5. Ketidakhadiran (Absenteisme). Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun. 6. Perputaran (Turnover). Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran. 7. Perasaan stres. Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres. 8. Prestasi Kerja/Kinerja. Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kepuasan kerja itu penting dipelajari dalam kajian perilaku organisasi, karena dengan mengetahui kepuasan kerja maka akan memudahkan bagi organisasi untuk mengembangkan organisasinya tersebut. Kepuasan kerja merupakan sebentuk rasa senang terhadap apa yang telah dikerjakannya, namun kepuasan kerja bersifat subjektif. Kepuasan antara individu satu dengan individu lainnya cenderung berbeda, karena setiap individu mempunyai kriteria kepuasan tersendiri dalam mengukur tingkat kepuasan hidupnya, namun kepuasan pegaawai dalam bekerja dapat dilihat dari bagaimana kinerja pegawai tersebut namun hal tersebut tidak menjamin pegawai merasa puas karena pada hakikatnya manusia tidak mempunyai rasa puas. Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada keseluruhan sikap yang akan terjadi pada diri setiap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja di antaranya kondisi kerja/lingkungan kerja, peraturan atau budaya organisasi serta karakteristik organisasi, kompensasi yang memuaskan, efisiensi kerja dan partner kerja. Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Motivasi adalah keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu. 2. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. 3. Aspek-aspek kepuasan kerja : kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisikerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. 4. Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah sebagai berikut : Discrepancy Theory, Equity Theory, Opponent Theory – Process Theory, Teori Maslow, Teori ERG Alderfer, Teori dua faktor dari Herzberg, dan Teori McClelland. 5. Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan sebagai berikut : Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index, pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare, dan pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah. Daftar Pustaka eprints.uny.ac.id/7518/3/BAB%202-09409131010.pdf‎ (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0CGoQFjAG&url=http%3A%2F%2Feprints.uny.ac.id%2F7518%2F3%2FBAB%25202-09409131010.pdf&ei=4WhPU-fQGsb_rQeQsoHIDQ&usg=AFQjCNGf-WiKeDdHjQfQE7WcX-hI2BeL0w&sig2=gvGJuDpmXXbmhfryBcnTAw&bvm=bv.64764171,d.bmk ) file.upi.edu/.../Makalah_Kepuasan_Kerja.pdf‎ (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved= CCkQFjAA&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFPEB%2FPRODI._MANAJEM N_FPEB%2F197507042003121-ASKOLANI%2FMakalah_Kepuasan_Kerja.pdf&ei=4WhPU fQGsb_rQeQsoHIDQ&usg=AFQjCNGqZ0PSf_yNpVEZQZGjcfgcdCpaUg&sig2=xKlE8fhQ JEmJGi9YpsmjA&bvm=bv.64764171,d.bmk) http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/05/sikap-dan-kepuasan-kerja.html http://sashaannisa18.blogspot.com/2015/03/makalah-kepuasan-kerja.html

Pemberian Kompensasi

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan kepada karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang tetap. Kompensasi sangat berpengaruh bagi perusahaan maupun bagi karyawan perusahaan. Kompensasi/Upah bermanfaat bagi perkembangan karyawan dan bagi perusahaan keuntungannya para karyawan akan bekerja lebih giat lagi. Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh : 1) Harga / Nilai pekerjaan, 2) Sistem kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi 2. RUMUSAN MASALAH Dalam makalah ini, akan dipaparkan tentang masalah – masalah yang timbul dalam Kompensasi. Oleh karena itu, masalah pada makalah ini adalah : a. Apa yang dimaksud Kompensasi b. Manfaat adanya Kompensasi c. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kompensai d. Untuk apa Kompensasi diberikan 3. Tujuan Pembuatan Makalah a. Mengetahui pengertian Kompensasi b. Mengetahui manfaat dengan adanya Kompensasi c. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi Kompensasi d. Mengetahui tujuan Kompensasi BAB II PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN KOMPENSASI Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan kepada karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang tetap. Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan karyawan. Bagi organisasi / perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan. 2. FUNGSI KOMPENSASI Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan dan faktor pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda organisasi/ perusahaan. Menurut Martoyo (1994), fungsi kompensasi adalah : a) Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi bahwa organisasi memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang bersangkutan karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya produktivitas kerja karyawan yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang diberi kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak karyawannya yang berprestasi tinggi. Banyaknya karyawan yang berprestasi tinggi akan mengurangi pengeluaran biaya untuk kerja-kerja yang tidak perlu (yang diakibatkan oleh kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian pemberian kompensasi dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif. b) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pemberian kompensasi yang kurang baik dapat menyebabkan gejolak di kalangan karyawan akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya gejolak ketidakpuasan ini akan menimbulkan kerawanan ekonomi. 3. TUJUAN KOMPENSASI Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk: a. Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi. Sistem kompensasi yang baik merupakan faktor penarik masuknya karyawan qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi yang buruk dapat mengakibatka keluarnya karyawan yang qualified dari suatu organisasi. Sebagai contoh, eksodus secara besar-besaran karyawan dari perusahaan A ke perusahaan B merupakan indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B daripada perusahaan A. b. Mempertahankan karyawan yang ada Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga menunjukkan betapa besarnya peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan yang qualified. Sistem kompensasi yang kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif dapat menyulitkan organisasi/perusahaan dalam mempertahankan karyawannya yang qualified. c. Menjamin keadilan Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi kerja yang diberikan pada organisasi. d. Menghargai perilaku yang diinginkan Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan berperilaku sesuai dengan harapan organisasi, maka penilaian kinerja yang diberikan akan lebih baik daripada karyawan yang berperilaku kurang sesuai dengan harapan organisasi. Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian kompensasi yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa perilakunya dinilai dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha memperbaiki perilakunya. e. Mengendalikan biaya-biaya Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan yang lebih efektif dan efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-biaya yang tidak perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya produktifitas atau kurang efekif dan efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak perlu ini besarnya melebihi biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya. f. Memenuhi peraturan-peraturan legal Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, Martoyo (1994) berpendapat bahwa tujuan kompensasi adalah: 1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security bagi karyawan. 2. Mendorong agar karyawan lebih baik dan lebih giat. 3. Menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kemajuan. 4. Menunjukkan penghargaan dan perlakuan adil organisasi terhadap karyawannya (adanya keseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap perusahaan dan output atau besarnya imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawan). 4. PENENTUAN KOMPENSASI Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh 1) Harga / Nilai pekerjaan, 2) Sistem kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi. 1) Harga/ Nilai Pekerjaan Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama yang dilakukan dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan. Penilaain harga pekerja dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut : A. Melakukan analisis jabatan/pekerjaan Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang berkaitan dengan : 1) Jenis keahlian yang dibutuhkan, 2) Tingkat kompeksitas pekerjaan, 3) Resiko pekerjaan, dan 4) Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan. B. Melakukan survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain Harga pekerjaan pada beberapa organisasi dapat dijadikan sebagai patokan dalam menetukan harga pekerjaan sekaligus sebagai ukuran kelayakan kompensasi. Jika harga pekerjaan yang diberikan lebih rendah dari organisasi lain, maka kecil kemungkinan organisasi tersebut mampu menarik atau mempertahankan karyawan yang qualified. Sebaliknya bila harga pekerjaan terebut lebih tinggi dari organisasi lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih mudah menarik dan mempertahankan karyawan yang qualified. 2) Sistem kompensasi Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem prestasi, sistem kontrak/borongan. a) Sistem Prestasi Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem hasil. Pengupahan dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah dengan prestasi kerja yang ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan. Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat diterapkan bila hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif. Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif menjadi lebih produktif. Cara ini akan sangat menguntungkan bagi karyawan yang dapat bekerja cepat dan berkemampaun tinggi. Contoh kompensasi sistem hasil : per potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya. b) Sistem Waktu Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti Jam, Hari, Minggu, Bulan. Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan bila ada kesulitan dalam menerapkan cara pengupahan berdasarkan prestasi. c) Sistem kontrak/ borongan Penetapan besarnya upah dengan sistem kontrak / borongan didasarkan atas kuantitas, kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan kontrak perjanjian. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan mengenai “konsekuensi” bila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan perjanjian baik secara kuantitas, kualitas maupun lamanya penyelesaian pekerjaan. Sistem ini biasanya digunakan untuk jenis pekerjaan yang dianggap merugikan bila dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau jenis pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh karyawan tetap. 5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPENSASI Dalam pemberian kompensasi, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhinya. Secara garis besar faktor-faktor tersebut terbagi tiga, yaitu faktor intern organisasi, pribadi karyawan yang bersangkutan, dan faktor ekstern pegawai organisasi. A. Faktor Intern Organisasi Contoh faktor intern organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah dana organsasi, dan serikat pekerja. a. Dana Organisasi Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besanya keuntungan perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi akan makin baik. Begitu pula sebaliknya. b. Serikat pekerja Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja dapat menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib. Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen. B. Faktor Pribadi Karyawan Contoh faktor pribadi karyawan yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi adalah produktifitas kerja, posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman serta jenis dan sifat pekerjaan. a. Produktifitas kerja Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh ini memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompsasai yang berbeda. Pemberian kompesasi ini dimaksud untuk meningkatkanproduktifitas kerja karyawan. b. Posisi dan Jabatan Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi. Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya. c. Pendidikan dan Pengalaman Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih berpengalaman dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya. d. Jenis dan Sifat Pekerjaan Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu pula halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis. Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan biasanya mendaptkan kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam ruangan/kantor. Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikulnya. C. Faktor Ekstern Contoh faktor ekstern pegawai dan organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah sebagai berikut : a. Penawaran dan Permintaan kerja Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas,kondisi dimana penawaran supply) tenaga kerja ebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya nilai kompensasi yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi terabaikan. b. Biaya hidup Besarnya Kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau di atas biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa. c. Kebijaksanaan Pemerintah Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa. d. Kondisi Perekonomian Nasional Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya rata-rata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu negara mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan penghargaan negara terhadap sumber daya manusianya. 6. KEADILAN DAN KELAYAKAN DALAM PEMBERIAN KOMPENSASI Selain hal-hal diatas, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan unsur keadilan dan kelayakan. a. Keadilan Dalam pemberian kompensasi apakah itu berupa upah, gaji, bonus atau bentuk-bentuk lainnya, penting sekali diperhatikan masalah keadilan terebut. Keadilan bukan berarti sama rasa sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan output. Semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan (input) yang diperlukan suatu jabatan. Input dalam satu jabatan ditujukan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula penghasilan (output) yang diharapkan. Output ini ditunjukkan dari upah yang diterima para karyawan yang bersangkutan, dimana didalamnya tercantum rasa keadilan yang sangat diperhatikan oleh setiap karyawan penerima kompensasi tersebut. Bila tuntutan keadilan seperti seperti ini telah terpenuhi ini berarti perusahaan telah memiliki Internal consistency dalam sistem kompensasinya. b. Kelayakan Di samping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu diperhatikan masalah kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar hidup seperti kebutuhan pokok minuman atau upah minimum sesuai dengan ketentuan pemerintah. Kelayakan juga dilihat dengan cara membandingkan pengupahan di perusahaan lain. Bila kelayakan ini sudah tercapai, maka perusahaan sudah mencapai apa yang disebut external consistency (Konsistensi Eksternal). Apabila upaya di dalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dari perusahaan-perusahaan lain, maka hal ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja. Oleh karena itu untuk memenuhi kedua konsistensi tersebut (internal dan eksternal) perlu digunakan suatu evaluasi pekerjaan. BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Kompensasi / upah adalah sebuah imbalan balas jasa dari apa yang telah seseorang kerjakan. Fungsi dari kompensasi salah satunya adalah : 1. Penggunaan SDM secara efisien. 2. Mendorong stabilitas ekonomi. Kompensasi juga mempunyai tujuan yang sangat penting bagi perkembangan suatu perusahaan. Karena tanpa adanya kompensasi, perusahaan tersebut tidak akan berkembang. Salah satu tujuan kompensasi adalah : Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan, mempertahankan karyawan yang ada, menjamin keadilan, menghargai prilaku yang diinginkan, mengendalikan biaya-biaya dan mematuhi peraturan-peraturan legal. 2. SARAN Kompensasi sangatlah penting bagi perusahaan, maka dari itu kompensasi harus sangat diperhatikan oleh perusahaan. Karena jikalau masalah kompensasi tidak berjalan dengan baik perusahaan tidak akan berkembang dengan cepat karena masalah keuangan pasti keliru. Dan bagi karyawan, apabila masalah kompensasi tidak benar maka akan terjadi kecemburuan sosial. Jadi, masalah kompensasi harus diperhatikan baik-baik. Daftar Pustaka http://juniarari.blogspot.com/2011/11/kompensasi-manajemen-sumber-daya.html

Penilaian Prestasi Kerja

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Organisasi yang selalu berkembang merupakan dambaan semua orang. Baik pemerintah maupun swasta mengharapkan organisasinya tumbuh dan berkembang dengan baik, sebab dunia terus berkembang. Dengan perkembangan tersebut diharapkan organisasi mampu bersaing dan berakselerasi dengan kemajuan zaman. Kenyataan menunjukkan bahwa organisasi yang tidak mampu berakselerasi dengan kemajuan zaman akan tertinggal untuk kemudian tenggelam tertelan zaman. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan suatu organisasi adalah melalui hasil Penilaian Prestasi Kerja (PPK) yang ada pada organisasi tersebut. PPK dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Performance Appraisal. Dari PPK dapat dilihat kinerja kerja organisasi yang dicerminkan oleh kinerja kerja pegawainya. Hasil PPK dapat menunjukkan apakah SDM (pegawai) pada organisasi terebut telah memenuhi sasaran/target sebagaimana yang dikehendaki oleh organisasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, bagaimana perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja dan sebagainya. Dengan informasi tersebut berarti hasil PPK merupakan refleksi dari berkembang atau tidaknya organisasi. Pada organisasi yang cukup maju, hasil PPK digunakan sebagai bahan pertimbangan proses manajemen SDM seperti promosi, demosi, diklat, kompensasi, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Dijadikannya PPK sebagai bahan perimbangan sedikit banyaknya memotivasi pegawsai untuk bekerja lebih giat lagi. Dengan demikian PPK merupakan salah satu faktor kunci tumbuh dan berkembangnya suatu organisasi. Keinginan bangsa kita untuk menuju perbaikan kinerja kerja melalui PPK sudah ada. Hal tersebut ditunjukkan oleh penggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) di seluruh organisasi pemerintah dan sebagian besar organisasi swasta. Namun sayangnya kebanyakan pengelola PPK (departemen SDM/personalia) masih belum siap. Fenomena yang kemudian muncul ke permukaan adalah PPK masih belum dianggap penting. Anggapan tersebut ditunjang oleh sistem penilaian PPK yang masih bersifatsembarangan sebagai akibat dari hasil PPK yang belum dijadikan bahan pertimbangan proses manajemen SDM selanjutnya, seperti perencanaan karier, diklat, kompensasi, PHK, dan sebagainya. Di samping itu, PPK yang ada juga banyak memiliki kelemahan seperti : besarnya porsi poin yang bersifat subyektif, penilaian yang dilakukan satu tahun sekali pada periode yang sama dapat mengakibatkan bias, banyak organisasi yang belum memiliki uraian kerja yang mantap yang mengakibatkan kesulitan di dalam membuat PPK, dan sebagainya. Sehubungan dengan hal di atas, maka materi Penilaian Prestasi Kerja (PPK) dalam manajemen SDM merupakan bagian yang cukup penting untuk dikaji dan dipelajari. Pembicaraan mengenai PPK memang menarik. Sebagai bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia, PPK atau Performance Appraisal merupakan salah satu faktor kunci tumbuh dan berkembangnya suatu organisas/perusahaan. Hasil penilaian dapat menunjukkan apakah Sumber Daya Manusia (pegawai/karyawan) pada organisasi/perusahaan tersebut sudah memenuhi target atau sasaran yang dikehendaki baik secara kualitas maupun kuantitas, bagaimana perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja, dan sebagainya. Ketidakakuratan hasil PPK dapat merusak atau mengganggu perencanaan sumber daya manusia pada organisasi. Perencanaan karier, pengembangan karier, diklat, penambahan tenaga kerja akan salah, bila hasil PPK tidak dapat menggambarkan kondisi pekerja yang sebenarnya. Hasil PPK pegawai juga dapat dijadikan pertimbangan organisasi/perusahaan di dalam memberikan kenaikan upah/bonus. Hasil PPK tidak hanya berpengaruh pada organisasi, tapi juga berpengaruh pada individu pegawai/ karyawan. PPK yang tidak didasarkan pada kriteria yang obyektif dapat menimbulkan keresahan dan rasa tidak aman. Sebaliknya penilaian dengan cara yang tepat dan standar atau target yang dinilai jelas dapat meningkatkan motivasi dan gairah kerja pegawai. Sehubungan dengan besarnya pengaruh hasil penilaian, maka perlu diupayakan agar penilaian dilakukan seobyektif mungkin. Karenanya harus dihindari kemungkinan like or slidedalam diri penilai saat melakukan penilaian prestasi kerja. Penghindaran tersebut dapat dilakukan dengan pemilihan materi, teknik, metode dan frekuensi yang tetap dalam melakukan penilaian prestasi kerja. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa arti dari penilaian prestasi kerja! 2. Tujuan dari penilaian prestasi kerja! 3. Siapa yang melakukan penilaian prestasi pada karyawan! 4. Metode apa yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja! 5. Masalah-masalah apa yang terdapat dalam penilaian prestasi! C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH 1. Mengetahui lebih dalam tentang penilaian prestasi kerja yang dilakukan seorang manajer dalam perusahaan atau tempat mereka bekerja, 2. Mengetahui metode-metode yang dapat digunakan dalam penilaian prestasi kerja. 3. Memahami penilaian prestasi kerja dan melaksanakannya. BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN PENILAIAN PRESTASI KERJA Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolak ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang dibangun, baik itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah pentingnya, organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada pegawai yang bersangkutan. Dengan demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan sebagainya. Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus. B. BEBERAPA TUJUAN PENILAIAN PRESTASI KERJA PPK dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan PPK dalan organisasi industri maupun non indutri adalah : 1. Peningkatan imbalan (dengan system merit), 2. Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan, 3. Promosi, 4. PHK atau pemberhentian sementara, 5. Melihat potensi kinerja pegawai, 6. Rencana suksesi, 7. Transfer/pemindahan pegawai 8. Perencanaan pengadaan tenaga kerja 9. Pemberian bonus 10. Perencanaan karier 11. Evaluasi dan pengembangan Diklat 12. Komunikasi intenal 13. Kriteria untuk validasi prosedur suksesi 14. Kontrol pengeluaran. Secara garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu : a. Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup : 1) Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka. 2) Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut. 3) Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986). b. Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup : 1) Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan potensi di masa yang akan datang. 2) Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan perencanaan karier. 3) Memotivasi pekerja 4) Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan. 5) Mendiagnosis problem individu dan organisasi. C. OBYEK PENILAIAN PRESTASI KERJA 1. Hasil kerja individu Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada bagian produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan biaya per-unit yang dikeluarkan. 2. Perilaku Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka penilaian prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti ketepatan waktu memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan, tingkat absensi. 3. Sifat Merupakan obyek penilaian paling lemah dari kriteria penilaian prestasi kerja karna tidak dapat dihubungkan dengan hasil tegas yang positif D. PENGARUH PENILAIAN PRESTASI KERJA 1. Terhadap Individu Hasil PPK dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap moral kerja pekerja. Hal ini dimungkinkan mengingat peranan hasil PPK yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan manajemen SDM. Cara pandang pegawai terhadap PPK dan penggunaan hasil PPK menentukan positif atau negatif pengaruh PPK pada pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika PPK lebih dipandang sebagai kritik dari pada pertolongan perusahaan terhadap pegawai. Maka PPK akan menumbuhkan rasa “was-was” pada diri pegawai yang bersangkutan saat dilakukan PPK atau penerapan hasil PPK. Perasaan was-was ini pada gilirannya akan menurunkan semangat kerja. Sebaliknya jika PPk lebih dipandang sebagai pertolonganatau pemberian kesempatan pengembangan diri dari pada kritik, maka PPK akan membuat pegawai yang bersangkutan bertambah giat dan selalu berupaya mengembangkan kreativitasnya di dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian sisi pandang atau interprestasi pegawai terhadap PPK merupakan hal yang mendasari baik buruknya akibat perubahan sikap/moral pekerja setelah menerima hasil PPK. Karenanya pemilihan metode yang tepat dengan tolok ukur yang tepat serta waktu yang tepat merupakan kunci yang dapat mengeliminir kecurigaan pegawai terhadap subyektivitas penilai saat melakukan PPK. 2. Terhadap Organisasi PPK mempengaruhi orgnisasi, khususnya pada proses kegiatan SDM. Sebagaimana halnya dengan pengaruh PPK terhadap individu, informasi hasil penilaian merupakan umpan balik sukses tidanya fungsi personalia. Besar kecilnya pengaruh PPK pada organisasi tergantung sedikit banyaknya pada informasi yang didapat dari hasil PPK tersebut. PPK yang komprehensif dapat menghasilkan informasi yang cukup. Informasi yang bisa didapat antara lain rekrutmen, seleksi, orientasi, kebutuhan diklat dan sebagainya. Jika sejumlah besar pegawai menerima hasil PPK dengan nilai buruk, maka dapat diduga kemungkinan adanya kelalaian atau kesalahan program perencanaan SDM pada organisasi yang bersangkutan. Atau kungkin hal tersebut terjadi akibat target goal yang ditetapkan terlalu tinggi, sementara kemampuan pegawai dan/atau fasilitas yang ada pada organisasi tersebut belum memungkinkan untuk mencapai target goal terebut. Selain untuk mengevaluasi program manajemen SDM. PPK juga dapat digunakan untuk mengembangkan SDM organisai seperti promosi, kenaikan upah, bonus, pelatihan dan sebagainya. Dengan perkataan lain, hasil Penilaian Prestasi Kerja dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengembangkan SDM saat ini serta mengkaji kemampuan organisasi untuk menentukan kebutuhan SDM di masa yang akan datang. E. METODE PENILAIAN PRESTASI KERJA Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian, yaitu 1) metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik dengan Rating, Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai, Metode Pencatatan Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang berorientasi masa depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat penilaian. a. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu 1) Skala Grafik Dengan Rating Skala grafik dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating konvensional, adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang berkaiatan dengan kinerja kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Dalam versi terbaru skala grafik dengan rating perilaku spesifik pegawai diuraikan kembali berdasarkan perbedaan tingkatan dan perbedaan departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik. Kelemahan metode ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung memberikan nilai rata-rata. 2) Metode Checklist Metode checklist adalah metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian perilaku negatif atau positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar. Masing-msing perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung dari tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan. Perhatikan contoh berikut : Keuntungan dari metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari kecenderungan pemberian nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan hati. Namun karena keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar dalam penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan keahlian khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang berbeda untuk jenis pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan tenaga profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan dalam membuat item perilaku dan kesesuaian bobot nilai masing-masing item dapat mengakibatkan ketidaksesuaian di dalam pemberian ukuran-ukuran item. Akibatnya para supervisor kesulitan di dalam mengiterprestasikan hasilnya. 3) Metode Esai Pada metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi dalam beberapa kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa digunakan : 1. Penilaian kinerja seluruh pekerjaan. 2. Kemungkinan pekerja dipromosikan 3. Kinerja kerja pegawai saat ini 4. Kekuatan dan kelemahan pegawai 5. Kebutuhan tambahan training Pendekatan ini memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak memasyarakatkan perhatian khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena metode ini menggunakan pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan kesulitan untuk membandingkan dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut. keberhasilan metode ini juga sangat tergantung pada kemampuan dan kriativitas supervisor dalam mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang benar-benar dapat mewakili kondisi pegawai yang dinilai. 4) Metode Pencatatan Kejadian Kritis Metode pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang menggunakan pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk. Perhatikan contoh berikut : 5) Metode Wawancara Selain kelima metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan caraWawancara. Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai mengetahui posisi dan bagaimana cara kerja mereka. Selain itu wawancara juga dimaksudkan untuk : a. Mendorong perilaku positif. b. Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari pegawai. c. Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan promosi. d. Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan datang. e. Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan. b. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Depan 1) Penilaian Diri (self appraisal) Metode ini menekankan adanya penilaian yang dilakukan karyawan terhadap diri sendiri dengan tujuan melihat potensi yang dapat dikembangkan dari diri mereka. 2) Tes Psikologi Biasanya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi, review terhadap hasil evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini dilakukan oleh psikolog untuk mengetahui potensi karyawan yang dapat dikembangkan dimasa datang. Beberapa tes psikologi yang dapat dilakukan, seperti tes intelektual, emosi, motivasi. 3) Management By Objectives (MBO) Management By Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter Drucker adalah sistem yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang hendak dicapai berdasarkan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Kajian tentang bagaimana baiknya bawahan berprestasi selalu ditinjau ulang dan dilakukan secara periodik. Uji coba selalu dibuat untuk menuliskan target/sasaran dari segi kuantitas. Para ahli percaya bahwa target/sasaran dapat dan selayaknya ditetapkan secara kuantitatif. 4) Pusat Penilaian (Assesment Centre) Merupakan lembaga pusat penilaian prestasi kerja, dimana lembaga tersebut berfungsi melakukan penilaian prestasi kerja terhadap karyawan suatu perusahaan. F. PENILAI , VALIDITAS & RELIABILITAS DALAM PPK Sebagimana diungkapkan di atas, departemen SDM atau personalia berperan di dalam membuat rencana rancangan, memilih metode yang akan digunakan, serta memilih siapa yang akan menilai karyawan. Keputusan yang diambil oleh Departemen SDM atau personalia sangat berpengaruh pada hasil PPK. Rancangan yang salah dan/atau pemilihan metode serta penilai yang salah akan mengakibatkan kesalahan informasi yang didapat dari hasil PPK. Dengan perkataan lain, informasi hasil prestasi kerja dapat menjadi tidak absah (invalid) dan tidak dipercaya (unreliable).Dengan demikian selain metode Penilaian Prestasi Kerja yang digunakan, maka untuk mengembangkan atau merancang PPK perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Pemilihan Penilai, 2) Validitas (benar) dan 3) Reliabilitas (dapat dipercaya). a. Pemilihan Penilai Memutuskan siapa yang akan mengevaluasi pegawai adalah sesuatu yang sangat penting dalam merancang program penilaian prestasi. Secara umum diakui bahwa penilaian oleh penyelia (supervisor) sangat dilakukan dengan mengkombinasikan penilaian supervisordan nonsupervisor. Langkah tersebut diambil untuk menghindari subyektivitas dan/atau kesalahan yang mungkin terjadi bila penilai hanya supervisor atau atasan pegawai yang bersangkutan saja. Untuk DP3 pegawai negeri, penilai selain atasan langsung juga atasan dari atasan pegawai yang bersangkutan. Menurut French (1986) penilai dapat terdiri dari : a. Supervisor/atasan pegawai yang bersangkutan. b. Diri pegawai yang bersangkutan. c. Teman sekerja. d. Bawahan, dan e. Grup/kelompok, atau f. Kombinasi dari penilai-penilai di atas. PPK pegawai yang dilakukan oleh atasan langsung paling banyak dijumpai. Atasan merupakan orang yang diberikan otoritas formal untuk melakukan penilaian. Atasan selalu memonitor kerja bawahannya serta mengawasi pemberian imbalan yang diakibatkan oleh kinerja pegawai yang bersangkutan. Secara khusus, atasan adalah orang dengan posisi terbaik yang mengawasi kinerja bawahan serta menilai sejauh mana kinerja yang disajikan sesuai dengan target/sasaran yang ditetapkan oleh unit kerjanya maupun organisasi secara keseluruhan. Pada beberapa organisasi, pegawai yang bersangkutan menilai kinerja kerja dirinya sendiri (self evaluation). Pendekatan ini dilakukan dalam kaitannya dengan upaya membangun moral karyawan. PPK oleh diri sendiri dapat dikombinasikan dengan penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Pendekatan ini lebih menjurus pada penggunaan metode MBO. Atasan dan pegawai yang bersangkutan secara independen melakukan persiapan evaluasi kerja. Kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan kajian mereka. Setelah itu mereka melengkapi kajian tentang tanggung jawab mendatang, perbaikan rencana, membangun aktivitas, tujuan karier dan ringkasan kinerja. Satu keuntungan dari pendekatan ini adalah tersedianya basis untuk mengklarifikasikan harapan dan persepsi pegawai yang bersangkutan dan atasan. Penilaian oleh teman sekerja, meskipun tidak biasa digunakan namun mempunyai kelebihan yaitu relatif lebih dipercaya (reliable). Realibilitas ini didapat dari fakta di mana teman sekerja selalu berinteraksi satu sama lain dalam kerja keseharian dan karena teman sekerja dianggap sebagai penilai yang independen. Panilai oleh bawahan penting terutama yang berkaitan dengan aspek kepemimpinan, karena bawahan adalah orang yang paling merasakan dampak dari kepemimpinan atasannya. Sama halnya dengan penilaian yang dilakukan oleh teman sekerja, panilaian oleh bawahan termasuk yang jarang digunakan. Selain penilaian oleh atasan langsung, penilaian yang dilakukan oleh grup merupakan pendekatan panilaian yang banyak digunakan. Orang-orang yang terkumpul dalam grup penilaian ini adalah mereka yang mengetahui materi serta metode penilaian yang digunakan yang dapat menyediakan data yang lebih dari penilaian oleh atasan. b. Validitas (absah) Berkaitan dengan perancangan dan penggunaan metode, maka absahan (validitas) merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan. Yang dimaksud dengan keabsahan adalah bahwa nilai yang didapat oleh seseorag, terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau dengan berbagai kriteria obyektif lain yang telah ditentukan sebelumnya. Maksudnya data atau informasi yang didapat harus aktual saat diperoleh. Sebagai contoh, prestasi kerja yang hanya dinilai satu tahun sekali dan dilakukan pada akhir tahun, sedikit banyaknya akan mengurangi keabsahan (validitas) panilaian karena kemungkinan besar, data atau informasi perilaku dan ketrampilan yang didapat hanyalah terakhir. c. Reliabilitas (dapat dipercaya) Yang dimaksud dengan dipercaya (reliable) ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap kali diambil dari dan oleh orang yang sama. Skor atau hasil penilaian tetap sama walaupun menggunakan metode yang berbeda. Reliabilitas metode penilaian dapat ditingkatkan dengan melatih penilai untuk dapat menilai secara lebih baik. d. Peranan Departemen SDM Departemen SDM dalam kaitannya dengan PPK berperan sbb : a. Merancang dan mengimplementasikan program Penilaian Prestasi Pegawai. b. Menentukan siapa yang akan menilai, dan metode apa yang akan digunakan. c. Memimpin sejumlah penelitian tentang cara atau metode penilaian yang lebih bersifat adil (dapat dipercaya dan benar). G. BERBAGAI KENDALA DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA 1. Pemilihan Metode Terbaik Hingga saat ini tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan sebagai yang terbaik untuk semua kondisi dan sitasi organisasi. Kondisi dan situasi yang berbeda menghendaki metode dan sistem yang berbeda. Menurut French (1986), metode PPK yang terbaik tergantung pada : a. Pendekatan pada metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai. b. Variasi faktor organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program penilaian (Iklim organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain). 2. Kesalahan Penilaian Penilaian yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di dalam menggunakankesempatan yang sama pada pekerja untuk mendapatkan petunjuk pelaksanaan (Juklak) atau guidelines kerja. Sayangnya supervisor dapat membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar dan kurang dapat dipercaya. Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor manusia, dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia. Kesalahan tersebut di antaranya adalah : a) Hallo Effect dan Horn Effect Dalam bab 3 telah dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan yang disebut dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan tersebut juga dapat dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil namun membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih. b) Kecenderungan menilai rata-rata cukup atau menengah. Kebanyakan penilai kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang tinggi. Sikap ini merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam menilai. Penilaian yang tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan lupa diri, sebaliknya penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental pegawai. Karenanya seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai tengah. c) Karena “kemurahan hati” Subyektivitas lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega mencatumkan nilai sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol sebagai kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena khawatir akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir disalahkan oleh organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata kesalahan pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid dan tidak reliable) atau penetapan target yang salah. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Penilaian kinerja pegawai merupakan kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara orang yang menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk mendiskusikan apa yang saling mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini dipenuhi. Penyempurnaan yang dilakukan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dari berbagai kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada sekaligus untuk menghindari berbagai ancaman dan untuk meminimalisir bahkan mengeliminir berbagai kelemahan yang dimiliki. Melalui sistem penilaian yang sempurna, diharapkan apa yang menjadi tujuan dari penilaian itu sendiri bisa tercapai secara efektif, sehingga bisa dihasilkan Aparatur Negara yang sempurna dan seimbang lahir maupun bathinnya, yang ditandai dengan adanya tingkat kompetensi yang tinggi dan perilaku yang mencerminkan seorang Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat. Adanya perilaku yang baik dan tingkat kompetensi yang tinggi pada masing-masing individu, secara langsung juga akan meningkatkan kompetensi organisasi atau instansi dimana pegawai tersebut mengabdi. Untuk mewujudkan akuntabilitas publik atau akuntabilitas kinerja instansi pemerintah agar dapat berjalan sesuai yang diinginkan dan dicita-citakan bersama, harus disertai dengan upaya mewujudkan akuntabilitas perilaku/tingkah laku baik personal (behavior) dan wajib dilakukan oleh setiap entitas (institusi/organisasi) terhadap personalnya. Penilaian prestasi sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan perubahan status Karyawan (dari status percobaan/kontrak akan menjadi tetap) atau untuk kenaikan jabatan saja. Tapi juga bisa untuk menentukan mutasi, demosi, kenaikan gaji berkala (kalau ada), perhitungan insentif, bonus dan bentuk reward yang lain. B. SARAN Diharapkan dengan adanya pembuatan makalah ini dapat mengetahui bagaimana penilaian yang baik terhadap karyawan yang nantinya dapat diterapkan dalam suatu perusahaan. Pemahaman penilaian prestasi kerja tentu sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari jika kita ber kedudukan sebagai manajer dalam suatu perusahaan sehinggan nantinya kita dapat meneruskan dan mengembangkan usaha yang dijalani. Tidak lupa juga dapat bermanfaat bagi masyarakat di sekitar tempat usaha. DAFTAR PUSTAKA http://westalqornicenter.blogspot.co.id/2014/11/penilaian-kinerja.html https://id.scribd.com/doc/296775867/Makalah-Penilaian-Prestasi-Kerja http://becksunited.blogspot.co.id/2013/12/penilaian-prestasi-kerja.html http://sabitasbin.blogspot.com/2017/08/makalah-manajemen-sdm-penilaian.html